Senin, 04 November 2013

Hubungan antara etika bisnis dan korupsi

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin corrumpere, corruptio, corruptus. Kemudian diadopsi oleh beberapa bangsa didunia. Korupsi sendiri merupakan tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. 

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

 Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. 

Hubungan antara etika bisnis dengan korupsi yaitu praktek korupsi yang banyak terjadi  merupakan salah satu dari pelanggaran etika bisnis.Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa praktek korupsi adalah tindakan tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.

Contoh Kasus Anggota DPR yang Terlibat Korupsi :

Suap Alih Fungsi Hutan Al Amin Divonis Delapan Tahun Penjara Hakim juga mengharuskan Al Amin membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.

Senin, 5 Januari 2009
VIVAnews - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis selama delapan tahun penjara terhadap Al Amin Nasution. Al Amin terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

"Terbukti melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Edward Pattinasarani saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 5 Januari 2009. Hakim juga mengharuskan Al Amin membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.
Putusan majelis hakim ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Pada Pada 10 Desember 2008, Jaksa Penuntut Umum menuntut Al Amin 15 tahun penjara. Al Amin juga harus membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan serta mengembalikan uang yang dinikmati sebesar Rp 2,957 miliar.

Jaksa menjerat Al Amin dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf e, dan Pasal 11 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal pemerasan bagi Amin Jaksa kenakan pada kasus proyek pengadaan alat komunikasi GPS (Global Positioning System) Departemen Kehutanan.

Contoh kasus Korupsi pada pejabat yudikatif:

Belakangan ini masalah korupsi kembali hangat dibicarakan. Sepertinya baik pejabat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif negeri ini tidak juga kapok melakukan korupsi.

Bak halilintar di siang bolong, muncul berita besar dan menghebohkan Indonesia di saat terjadinya perhelatan APEC. Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Muchtar ditangkap beserta anggota DPR Fraksi Golkar Chairunissa yang juga menjabat sebagai bendahara MUI dan seorang politisi anggota DPR Komisi II. Dalam kasus itu juga ditangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dalam kasus suap sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas.

Aksi itu kemudian diikuti penangkapan pengusaha Tubagus Chaery Wardana yang merupakan suami Wali Kota Tangerang dan seorang advokat Susi Tur Andayani yang juga tercatat sebagai calon legislatif Partai PDIP Daerah Pemilihan 3 Lampung. Kasus ini beserta sekian banyak rangkaian kasus lainnya seakan mengingatkan kita mengenai buruknya sistem tata negara kita. Sengkarut sistem pilkada yang ditawarkan pasca- Era Reformasi menjadikan masyarakat terkotak-kotak di dalam kelompok sosial yang saling berlomba untuk merebut kekuasaan dengan berbagai cara.

Sumber:
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis
http://id.m.wikipedia.org/wiki/korupsi
Kompas. Surat Kabar Harian. Jakarta
http://nasional.sindonews.com/read/2013/10/09/18/792399/hukuman-gantung-bagi-koruptor
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar